LENSAPANGANDARAN.COM – Marak praktek kemaksiatan, warga yang terkumpul dalam Forum Umat Islam (FUI) datangi gedung DPRD Kabupaten Pangandaran, Selasa (28/3/2023).
Mereka, meminta praktek kemaksiatan di Pangandaran ditindak tegas dengan menegakkan peraturan daerah (Perda) yang ada.
Praktek kemaksiatan yang diminta ditindak tegas ini di antaranya, menutup warung yang berjualan minuman keras (Miras).
Kemudian perjudian, warung makan buka di siang hari dan praktek dugaan prostitusi yang dilakukan di kawasan Pangandaran.
Selain itu, mereka juga meminta Balawista atau lifeguard yang woro-woro di kawasan objek wisata pantai Pangandaran juga mengingatkan pengunjung tentang salat lima waktu.
Penasehat FUI Kabupaten Pangandaran, Ahbab Hambali menyampaikan pihaknya memohon dengan ketegasan pemerintah itu untuk menutup kegiatan kemaksiatan.
“Apalagi ini bulan ramadan, bulan yang suci. Malaikat juga menghargai, mahluk lain juga menghargai. Tapi, kenapa manusia yang disayangi nabi tidak menghargai ramadan?” ungkapnya, Selasa (28/3/2023).
Untuk itu, pihaknya mohon dengan tegas segera menutup hal negatif kemaksiatan apapun itu bentuknya.
“Jangan pilih kasih. Berbeda kalau bulan ramadan tahun-tahun dulu, itu tutup total. Dalam waktu 24 jam, tidak ada yang buka,” jelasnya.
Kedepan, kata Ia, jika ada tempat maksiat yang buka lagi, tinggal pilih, apakah mau didemo oleh masyarakat atau ditindak tegas oleh SatPol PP dan kepolisian?
“Itu terserah, kita serahkan 2 pilihan, tinggal pilih,” tegas Ahbab.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran, Jalaludin mengatakan, pihaknya sudah berupaya mendorong Pemkab agar miras tidak dijual bebas di Pangandaran.
“Kita, mendorong SatPol dan meminta bantuan kepolisian terhadap hal yang melukai perasaan keimanan masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah di bulan suci ramadan,” paparnya.
Seperti yang pertama, menegakkan Perda minuman keras untuk diminimalisir sedemikian mungkin.
Kedua, kegiatan yang sifatnya hura-hura di bulan ramadan ini untuk mohon dibatasi atau sekalian ditutup.
Ketiga, meskipun belum ada aturan yang mengatur tentang bukanya warung makan yang buka di siang hari.
“Paling tidak, ada kesepakatan. Karena, kesepakatan ini bisa menjadi hukum dengan melibatkan stakeholder terkait seperti MUI, DPRD dan lainnya,” ungkapnya. (*)