LENSAPANGANDARAN.COM – Ribuan demonstran di Pangandaran geruduk gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Aksi demonstrasi tersebut berawal dari permasalahan lahan yang ditempati petani dengan satu perusahaan.
Seperti yang disampaikan Yosep Nurhidayat koordinator lapangan (Korlap) aksi demonstrasi di halaman gedung DPRD Kabupaten Pangandaran.
“Ini, berawal dari kejadian di desa Wonoharjo kurang lebih 5 hari ke belakang. Satu rumah petani mengalami pengrusakan dan penganiayaan yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal,” paparnya, Kamis (25/5/2023).
Pihaknya berharap, tuntutan yang dilaporkan satu petani (korban) kepada pihak kepolisian di Pangandaran supaya segera ditindaklanjuti.
Untuk penegakan hukum, pihaknya bersama DPRD Kabupaten Pangandaran sudah menyepakati isi pernyataan dan tuntutan para demonstran.
“Bahwa, kami bersama DPRD berikut pihak Polres Pangandaran akan menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan. Dan kita, bersama sama akan mengawal terkait apa yang sudah dilaporkan tersebut,” ungkapnya.
Pihaknya, tegas akan menunggu sampai sejauh mana proses penyelidikan terkait dugaan penganiayaan dan pengrusakan rumah petani yang terjadi di Wonoharjo.
“Proses penegakan hukum ini harus segera. Karena, menurut saya oknum orang-orang sudah teridentifikasi. Beberapa warga juga sudah menyampaikan barang bukti terkait yang dilakukan pelaku,” jelasnya.
Dasar terjadinya penganiayaan dan pengrusakan rumah satu petani ini, karena di lokasi tersebut terjadi sengketa agraria.
“Konflik pertanahan yang tidak kunjung selesai dari tahun 2010 sampai sekarang,” cetus Yosep.
Sehingga, lanjut Ia, adanya konflik di hamparan tanah di wilayah Desa Wonoharjo atau di hamparan eks Stratas sudah berulang kali ada upaya kriminalitasi.
“Kemudian, ada upaya intimidasi, upaya kekerasan sampai penggusuran. Dan itu, tidak ada upaya penyelesaian,” paparnya.
Untuk itu, pihaknya menuntut ke DPRD untuk mendesak membuat tim terpadu supaya segera menerbitkan peraturan daerah (Perda) terkait pertanahan dan pendayagunaan pemanfaatan tanah terlantar.
“Agar, pendayagunaan tanah terlantar itu bisa digunakan masyarakat miskin yang memang tidak memiliki tanah,” kata Yosep. (*)