LENSAPANGANDARAN.COM – Habiskan modal ratusan juta, petani porang di Pangandaran merasa tertipu. Pasalnya, hasil porang yang dipanennya tidak bisa terjual.
Petani porang ini bernama Ebo (51) warga di Dusun Nagrak, Desa Karangsari, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran.
Ebo menceritakan awal mulai tertarik menanam bibit pohon porang dari seorang temanya yang mengajak bisnis.
Sebelumnya, Ebo merasa ragu dengan ajakan temanya karena merasa bukan seorang petani. Sehari hari, Ebo hanya seorang tukang pengrajin kayu.
Namun, setelah menanyakan ke beberapa temannya, ternyata memang benar bisnis porang sangat menjanjikan.
Kemudian, Ebo pun merasa yakin dengan ajakan satu temannya untuk berbisnis menanam porang.
“Awalnya, saya beli seribu pohon dengan harga Rp 2.500 sampai Rp 3 ribu perbibit. Saya pun beli pohon porang sampe 35 Ribu bibit,” katanya, Selasa (7/2/2023).
Sementara, untuk penananman bibit porang Ia menyewa lahan seluas 1 Hektare dari satu temanya dengan kondisi lahan yang penuh dengan ilalang (tanaman liar).
Untuk membersihkan lahan tersebut, Ebo pum mempekerjakan beberapa orang selama tiga bulan.
Hasil penjualan porang, Ebo juga membuat kesepakatan dengan rekan yang merawatnya.
“Nanti, hasilnya kita di bagi tiga. Yang penting, merawatnya harus bagus,” jelasnya.
Selesai penanaman ribuan bibit porang, Ebo sempat merasa yakin dengan bisnis porang yang dijalankannya.
Apalagi, keyakinannya tersebut diperkuat dengan beberapa kali kedatangan dari Dinas Pertanian yang menanyakan perkembangan dan kendalanya.
Saat itu, Ebo juga sempat menanyakan kepada rekanya tentang penjualanya yang katanya sangat mudah.
Karena, kata rekanya penanaman porang tersebut bukan hanya di tempatnya tapi juga ada di berbagai wilayah.
“Jangan bingung menjual, soalnya porang ini kan berkelompok sampai se-Indonesia,” cetusnya.
Setelah bertanya dan mencari tahu, ternyata porang tersebut bisa digunakn untuk olahan kosmetik.
“Tapi, setelah panen, ternyata tidak sesuai harapan saya. Ribuan pohon porang justru terbengkalai, karena hasil penan tidak bisa dijual,” ungkapnya.
Menurutnya, bukan hanya Ia yang merasa tertipu tapi sejumlah petani porang di wilayah lain juga bernasib sama.
“Ada orang Garut yang datang kesini mau menjual bibit porang, dia mengira saya mau beli porang. Dia nawarinya dengan harga murah tapi kualitasnya bagus,” ungkap Ebo.
Setelah dia selesai menawarkan, Ebo juga menawarkan kembali porang yang dimilikinya.
“Ya, harganya juga dibawah dia. Apalagi, kalau mengambil ke kebun sendiri harganya lebih murah,” jelasnya.
Dan akhirnya, ternyata orang tersebut sebenarnya sedang pusing memikirkan penjualan porang yang tidak laku.
“Dikiranya, di tempat saya belum ada yang menanam porang. Padahal, cukup banyak,” ungkapnya.
Dengan kejadian tersebut, Ebo menilai, banyak orang yang bernasib sama akibat bisnis menanam bibit porang.
“Sampai hari ini, selama hampir dua tahun tidak pernah melihat kebun porang. Kalau inget nama porang, saya sangat jengkel. Soalnya, total kerugian saya di porang ada sekitar Rp 100 juta lebih,” ungkap Ebo. (*)