News

Pria di Pangandaran Sukses Budidaya Magot Hingga Diikuti Orang Lain

×

Pria di Pangandaran Sukses Budidaya Magot Hingga Diikuti Orang Lain

Sebarkan artikel ini

LENSAPANGANDARAN.COM – Memanfaatkan sampah organik, seorang pria di Pangandaran sukses membudidayakan magot.

Seorang pria ini bernama Hidayat Purwanto (36), warga di RT 2/10 Dusun/Desa Wonoharjo, Kecamatan/Kabupaten Pangandaran, Jawa barat.

Hidayat melakukan praktek budidaya magot pada tahun 2013 dan mulai berjalan pada tahun 2017.

Kemudian, pada tahun 2019 sampai sekarang, budidaya magot yang ditekuni Hidayat mulai diikuti oleh sejumlah kelompok masyarakat di Pangandaran.

“Saya, alhamdulillah sudah mempunyai mitra (kelompok) kerja. Yang mana, mitra kerja tersebut mengambil telur magotnya dari Saya dan pakannya juga dari Saya,” katanya, Senin (19/9/2022).

Dari pengambilan satu gram telur, sesudah panen, mitra kerjanya hanya memberikan magot fresh sebanyak satu kilogram.

“Jadi, mereka tidak usah ribet bikin siklus, tidak harus bikin lalat, karena telur dan pakan dari kita,” jelasnya.

Menurutnya, jika budidaya magot sendiri, tentunya membutuhkan waktu sekitar 45 hari dari telur magot kemudian menjadi lalat.

Tapi, kalau mulai dari telur sampai panen,  mereka (mitranya) hanya membutuhkan waktu sekitar 20 hari dan sudah bisa setor satu kilogram.

“Dan sisanya itu, biasanya mereka digunakan untuk pakan ternak mereka. Atau, kalau ternaknya sedikit dan mau dijual, Kita juga bantu marketnya. Jadi, setiap mitra kita sudah punya langganan masing-masing,” paparnya.

Saat ini, Mitra kerjanya sudah mencapai 12 kelompok dan tersebar di Kabupaten Pangandaran.

“Karena, awalnya kita prihatin ingin ikut program pemerintah dalam pengelolaan sampah. Sampah rumahan, kan banyak. Ada dari rumah makan dan dari hotel-hotel. Karena, kebetulan di kita kan banyak sekali rumah makan dan hotel. Karena, di kita kan satu tempat wisata, jadi kita ikut menanggulangi permasalahan sampah,” ungkap Hidayat.

Baca Juga  SiPINTAR Percepat Informasi Tata Ruang di Pangandaran

Hidayat berharap, dengan adanya pengembangan budidaya magot ini, masyarakat bukan hanya ikut melaksanakan program pemerintah dalam penanggulangan sampah.

Tapi, bisa menambah penghasilan masyarakat. Terutama, masyarakat yang selama ini selalu berpikir mendapatkan penghasilan selalu harus ke kota.

“Karena, sebenarnya ketika kita bisa mengembangkan potensi di daerah masing-masing, disitu ada peluang – peluang usaha, peluang – peluang bisnis yang bisa kita kembangkan dan bisa menghasilkan.”

“Tapi, tentunya, kita harus ikut bergerak dengan seluruh elemen yang ada. Mulai dari kepemerintahan, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan lainnya untuk bisa melaksanakan program-program yang ada di lingkungan kita.”

Jadi, ucap Ia, masyarakat tidak perlu berpikir dan tertuju harus ke kota ketika ingin mendapatkan penghasilan. “Kita, cukup di Desa tapi penghasilannya, penghasilan di Kota,” ucap Hidayat.

Harga magot per satu kilogramnya, setiap daerah itu bervariatif, mulai harga termurah Rp 6 ribu sampai Rp 12 ribu.

“Itu, tergantung banyak sedikitnya permintaan. Kalau permintaan eceran dibawah 10 kilogram, biasanya di harga Rp 10 ribu sampai Rp 12 ribu perkilogram. Tapi, kalau permintaan dari peternak besar, itu di harga Rp 7.500 per kilogramnya. Itu peternak besar, permintaannya juga per satu minggu dan sampai sekarang alhamdulilah masih berjalan,” ungkapnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *