LENSAPANGANDARAN.COM – Sudah lulus S1, guru muda penyandang disabilitas (tuna rungu) di Pangandaran tetap semangat menuntut ilmu untuk mendapatkan gelar S2.
Guru muda penyandang tuna rungu ini bernama Wahyu Irwana S.Pd. dan masih berusia 25 tahun.
Saat ini, Wahyu menjadi guru penyandang disabilitas tuna rungu wicara di SLB Darma Putra Kalipucang Kabupaten Pangandaran.
Disela sela aktivitasnya, Wahyu melalui Haira Fadia Sucinda sebagai penerjemahnya menceritakan pengalamannya saat kuliah dan keinginannya menjadi seorang guru bagi penyandang tuna rungu wicara.
“Dulu, selama kuliah saya kebanyakan diam karena sulitnya mendapatkan informasi mengenai materi yang dosen sampaikan. Karena, tidak ada bahasa khusus untuk saya,” katanya, Senin (13/2/2023).
Meskipun demikian, Ia tetap menyimak dan kadang meminta bantuan ke temannya untuk melihat materi yang ditulis.
“Karena, disisi lain saya enggak mau kalah, saya terus belajar banyak teori teori dari buku berbahasa Inggris,” jelasnya.
Dia bersyukur, setelah berada di semester 6 secara mandiri Ia mampu menyelesaikan semua tugas kuliahnya.
“Karena, ada dorongan dari dosen. Beliau, salah satu dosen yang mengerti keadaan saya, saya sebut dosen itu banyak memotivasi,” ungkapnya.
Saking semangatnya, suatu hari ketika berada di semester akhir Ia mendapat pembimbing skripsinya adalah satu dosen tersebut. “Alhamdulillah, skripsi saya selesai 5 bulan,” ucapnya.
Setelah lulus S1, sementara ini Ia mempunyai harapan untuk melanjutkan kuliahnya sampai ke S2.
“Tapi, saya belum ujian TOEFL ITP (Test of English as a Foreign Language Institutional Testing Program). Insyaallah, saya ingin menjadi seorang ilmuwan seperti dosen saya di UNINUS,” paparnya.
Sementara saat ini, ingin menjadi seorang guru di SLB karena Ia peduli kepada anak tuna rungu. Baik itu di lembaga yayasan, maupun di luar lembaga yayasan.
Seperti halnya banyak anak tuna rungu yang memiliki hambatan, tidak bisa mendengar tapi disisi lain mereka kurang dalam kemampuan memahami bahasanya.
“Sehingga, saya jadi guru ada rasa ingin membantu. Itu tujuan saya kuliah di PLB UNINUS, mencari sebuah imajinasi untuk dijadikan inovasi dan pengembangan khusus bagi mereka (para tuna rungu),” ungkapnya.
Menurutnya, imajinasi yang diambil dari contoh pengalamannya sendiri sebagai seorang penyandang tuna rungu.
Selain itu, Ia juga ingin membantu mereka untuk meningkatkan softskill di kemampuan yang lain.
“Yang namanya kekurangan, itu hal yang wajar bagi manusia. Karena, pada dasarnya manusia itu memiliki kekurangan masing -masing. Saya juga tidak malu dikatakan sebagai penyandang tunarungu yang memiliki hambatan pendengar,” ungkapnya n
Karena, hambatannya dianggap sebagai sebuah anugerah yang diberikan Allah SWT kepadanya.
“Saya tidak putus asa dengan hambatan ini. Yang ada, malah menjadikan saya semangat untuk terus berkarya dan belajar,” cetusnya.
Dengan kata lain, dia mengaku tidak pernah menyerah untuk terus belajar sampai akhirnya lulus kuliah S1. “Karena saya percaya jika berusaha, Allah SWT akan memudahkan urusan hambanya,” ucapnya.
Wahyu berpesan kepada penyandang tuna rungu wicara, untuk belajar yang rajin dan jangan pernah putus asa dengan kekurangan.
“Teruslah belajar, walaupun mendapatkan ilmu yang sedikit. Karena, itu lebih baik dari pada menanggung kebodohan di masa tua. Ingat, jangan pernah malu memiliki kekurangan karena di balik kekurangan juga ada kelebihan,” jelasnya. (*)