News

Di Usia ke 21 Tahun, Ketum Demokrat AHY Ceritakan Pengalaman Berdemokrasi

×

Di Usia ke 21 Tahun, Ketum Demokrat AHY Ceritakan Pengalaman Berdemokrasi

Sebarkan artikel ini

LENSAPANGANDARAN – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan, bahwa di usianya yang ke-21 tahun, Demokrat memiliki pengalaman yang lengkap dalam berdemokrasi.

“Kami pernah 10 tahun memimpin jalannya pemerintahan. Kini, kami berada di luar kekuasaan. Menjalankan fungsi checks and balances bagi pemerintahan. Insya Allah, Demokrat istiqomah tetap gigih dalam berjuang untuk mengawal dan memperjuangkan harapan rakyat,” ungkapnya melalui rilis pidato yang diterima, Jum’at (16/9/2022)

Pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) tersebut, Demokrat fokus pada tiga hal.
Pertama, pihaknya memikirkan dan mencari solusi atas persoalan rakyat. Utamanya, kondisi sosial ekonomi rakyat.

Kedua, mengambil sikap atas sejumlah isu nasional yang fundamental. Isu-isu
ini juga menjadi perhatian rakyat, bahkan dunia. Baik soal demokrasi, kebebasan, keadilan, maupun supremasi hukum. Ketiga, harapan dan rekomendasi Demokrat, baik pusat maupun daerah, untuk Pemilu 2024.

“Hal-hal itulah, yang juga menjadi fokus pidato politik saya, pada hari ini. Melalui mimbar ini, Partai Demokrat berkeinginan, untuk menawarkan solusi-solusi terbaik, yang dapat menjadi alternatif, penyelesaian masalah rakyat saat ini, dan ke depan,” jelasnya.

Persoalan rakyat, yang dibahas dalam Rapimnas itu, senada dengan, suara-suara rakyat, yang disampaikan langsung kepadanya.

Dalam tiga tahun terakhir
ini, AHY aktif berkeliling Nusantara. Menyambangi desa-desa, kecamatan, kota dan
kabupaten, di 34 provinsi. Hampir di tiap tempat, AHY melakukan dialog rakyat.

Di Jepara, Jawa Tengah, saya dihampiri oleh ibu–ibu. Ibu Daimah, 52 tahun. Ibu rumah tangga yang mengadu soal tingginya harga-harga. Ibu Ana, 32 tahun. Guru PAUD yang penghasilannya 200 ribu rupiah per bulan. Ibu Indah, 25 tahun. Istri seorang supir truk, yang penghasilannya tak menentu.

“Mereka meneteskan air
mata. Mas AHY, kulo mboten mikir mangan sing enak, saget mangan mawon, kulo
sampun syukur (Jangankan makan enak, bisa makan saja sudah syukur),” paparnya.

Di Cianjur, Garut, dan Cirebon, Jawa Barat, para pelaku UMKM mengadu, soal menurunnya daya beli masyarakat. “Ayeuna mah, sagala hese (Sekarang ini, semuanya serba sulit).

Sementara itu, ketika AHY berkemah, dengan para pengungsi korban gempa, di Pasaman Barat, Sumatera Barat, mereka bercerita soal beban
kehidupan yang berat. Sudah ekonominya sulit, ditimpa bencana pula.

Di Jawa Timur, Riau, Jambi, dan Aceh, para petani mengeluh. Harga jual komoditas di tingkat petani, masih sangat rendah. Sedangkan harga pupuk, tinggi dan langka. Membuat mereka sulit bertahan.

Beban rakyat sekarang semakin sulit, dengan naiknya harga BBM. Inflasi sudah
pasti naik. Harga bahan pokok juga pasti naik. Konsekuensinya, daya beli menurun.

Minyak goreng, telur ayam, cabai, beras, bawang, dan kedelai, makin sulit dijangkau oleh masyarakat. Pilihannya, ada dua. Barangnya ada, tapi harganya gila-gilaan atau harganya
terjangkau, tapi barangnya tidak ada di pasaran.

Bayangkan, bagaimana Ibu Daimah, Ibu Ana, dan Ibu Indah tadi, serta lebih dari 115 juta masyarakat rentan miskin, menghadapi masalah ini. Yang pasti, jutaan kepala saat ini sedang bertafakur. Mengadu kepada Tuhannya. Bagaimana caranya bisa bertahan hidup.

Baca Juga  Pengrajin di Saung Katapang Produksi Miniatur Perahu Khas Pangandaran

Sementara itu, untuk mendapatkan penghasilan tidak mudah. Bahkan, banyak mahasiswa yang khawatir, karena sulitnya mendapatkan
pekerjaan. Kekhawatiran yang juga sedang dirasakan oleh 8,4 juta pengangguran
di Indonesia.

Bagi yang sudah bekerja, hampir 60 persennya adalah pekerja informal. Penghasilannya juga tak menentu. Sedangkan bagi pekerja formal, kenaikan upah sebesar 1,09 persen, dirasa tak sebanding dengan kebutuhan hidup mereka.

Apalagi, setelah harga BBM naik, inflasi bisa mencapai tujuh persen. Pengeluaran
semakin tinggi, sementara pendapatan masih rendah.

Demokrat mengerti, ada persoalan dengan kesehatan APBN, dan ruang fiskal
negara. Karena itu, pemerintah memandang perlu, untuk mengurangi subsidi BBM.

Namun, di sisi lain, Demokrat juga sangat mengerti kondisi kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat yang tengah menghadapi tekanan berat.

Sesungguhnya, ada banyak cara, untuk menyelamatkan fiskal selain
menaikkan harga BBM. Misalnya, dengan melakukan realokasi anggaran;
penentuan prioritas; termasuk, penundaan sejumlah proyek nasional, yang tidak
sangat mendesak. Sekarang, kenyataannya, harga BBM sudah dinaikkan.

Untuk itu, Demokrat menawarkan dua solusi. Pertama, bantuan kepada rakyat, yang ekonominya lemah, atau BLT; jumlah uangnya harus cukup, tepat sasaran, dan harus bebas dari
politik. BLT; produk kebijakan Presiden SBY, yang dulu ditentang oleh sebagian kalangan; justru sekarang ditiru dan terbukti menjadi penyangga utama, daya beli masyarakat.

Kedua, alasan dan waktu, untuk menaikkan harga BBM, juga harus tepat. Jika harga minyak mentah dunia menurun, turunkan kembali harga BBM kita. Jangan sebaliknya, ketika harga minyak dunia turun, harga BBM justru dinaikkan.

“Rakyat yang saya temui di desa-desa, di kota-kota kecil dan kota besar, di stasiun, di bandara, di gang-gang sempit, di restoran, di warung-warung kopi, di pasar, di tempat fitness, di kampus, di pesantren, dan di tempat-tempat lainnya
sebenarnya, mereka tidak menuntut pemerintah, bisa menyelesaikan, semua
masalah mereka tadi,” kata AHY.

“Mereka tahu, kita semua harus bekerja keras, untuk mengatasi persoalan yang kita hadapi. Namun, bagaimanapun juga, pemerintah harus berdiri di depan dan mengambil tanggung jawab penuh, dalam mengatasi permasalahan rakyat
dewasa ini.”

AHY juga, ingin menceritakan suara rakyat yang lain. Coba datanglah ke kampus. Datanglah ke perserikatan buruh. Bicaralah, dengan mereka yang punya keberanian, untuk menyampaikan kebenaran.

“Mereka akan mengatakan, Kami
tidak ingin, setiap rupiah yang dikumpulkan, dari keringat rakyat, melalui pajak,
digunakan secara tidak tepat untuk sesuatu yang belum sangat dibutuhkan. Sementara, ada kebutuhan rakyat, yang lebih mendesak,” tirunya.

Yang rakyat maksud, sesuatu yang belum sangat dibutuhkan adalah, proyek Infrastruktur, yang ambisius. Pembangunan infrastruktur memang penting, dan beberapa proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah, mulai dirasakan
manfaatnya.

“Namun, ketika keuangan negara sangat berat, ditambah beban utang yang tinggi, maka, perlu dilakukan penjadwalan kembali, atau dilakukan
penundaan,” jelasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *